CERPEN LUCU

Terlanjur Pede

Kring..
“Halo..”
“Malam sis Nadia, belum tidur kan? Ada kabar terbaru nih tentang si ganteng Anton. Anak baru yang wajahnya mirip Lee Min Hoo itu lo? Ternyata rumahnya sebelahan sama komplek rumahmu lo sis Nadia. Sewaktu-waktu kita bisa lah main ke rumahnya buat silaturahmi.” cerocos Iren dengan suara cemprengnya dari ujung sana.
“Apaan sih kamu, Ren? Gangguin orang tidur aja.” Nadia menjawab malas.
“Tidur? Helo? Ini baru jam delapan sis Nadia. Anak gadis itu ndak boleh tidur jam delapan. Harusnya belajar biar pinter.”
“Belajar? La kamu sendiri ngapain? Malah rumpi ndak penting.”
“Idih.. enak aja rumpi ndak penting. Ini ilmu yang mendidik. Kita diajarkan untuk hidup bertetangga. Untuk itu kita dianjurkan untuk silaturahmi ke rumah Anton.”
“Silaturahmi? Memangnya lebaran? Udah deh.. aku ngantuk.”
“Ih, sis Nadia ini, masa sih kamu ndak minat sama kabar baik ini?”
Nadia menghela nafas. “Haduh.. ni bocah bawel banget ya? Dari awal kan aku udah bilang kalau aku ndak minat sama Lee Min Hoo-mu itu.”
“Baiklah.. tapi awas ya kalau tiba-tiba sis Nadia berubah pikiran.”
“Tau ah!”
Tut.. tut.. tut.. Nadia menutup teleponnya lalu menlanjutkan tidur.
Sepertinya Nadia datang terlalu pagi ke sekolah. Belum Nampak siswa-siswi lain yang biasanya memenuhi halaman sekolah untuk menunggu bel masuk maupun berkerumun untuk mencontek PR yang belum sempat dikerjakan.
Nadia berlari kecil menuju kantin. Dia berniat menghangatkan tubuhnya dengan membeli teh panas. Cuaca hari ini memang cukup dingin.
“Teh panas satu, Bu!” serunya pada Bu Inah pemilik kantin.
“Saya satu juga boleh, Bu!” tiba-tiba sebuah suara mengagetkan Nadia yang sedang mencari lokasi yang nyaman untuk minum teh.
“Ah, siapa cowok itu? Cakep juga. Anak kelas X apa ya? Kok aku belum pernah lihat.” batin Nadia.
“Boleh aku duduk sama kamu?” pinta lelaki itu pada Nadia.
”Ah, boleh banget pangeran tampan.” Kata Nadia dalam hati sambil tersenyum genit.
“Boleh, ndak?” lelaki itu kembali memastikan.
“Oh, iya, boleh-boleh.”
“Ini tehnya Mbak, Mas.” kata Bu Inah sembari meletakkan pesanan kami di atas meja.
Lelaki itu meminum tehnya. Sedangkan Nadia malah larut dalam ketampanannya. Dia mulai menebak-nebak, “Jangan-jangan cowok ini cowok yang lagi heboh dibicarain anak-anak, ya? Termasuk si Iren. Tapi kata Iren wajahnya mirip Lee Min Hoo. Kalau yang ini.. nyerempet aja enggak. Ah, dasar Iren. Semua pria yang wajahnya oriental pasti disamakan kaya aktor korea itu.”
“Buruan diminum. Keburu dingin lo.” kata lelaki itu membuyarkan lamunan Nadia.
“I-iya.”
“Namamu Nadia, kan?” lelaki itu mencoba menebak.
“Kok kamu tau?”
“Aku pernah mendengar seseorang memanggilmu. Oh, ya, namaku Anton. Aku anak XI IPA 2.”
“Oh, jadi kamu yang namanya Anton? Anak baru pindahan dari Bandung yang lagi terkenal itu?” seru Nadia.
“Jadi kamu sudah tau aku?” selidik lelaki bernama Anton itu.
“Cuma denger, sih? Soalnya kamu ini lagi heboh banget beritanya di sekolah ini. Sampai-sampai membuat sahabatku rela jadi detektif buat nyari informasi tentang kamu.”
“Trus.. apa kamu juga menjadi salah satu siswi yang heboh itu? Atau mungkin kamu adalah salah satu siswi yang bersorak-sorak dan berteriak-teriak saat melihatku?”
“Ih.. amit-amit.. sory, ya? Ndak level!” protes Nadia. Padahal dalam hatinya dia sangat menyesal kenapa tidak mengikuti jejak Iren untuk mencari informasi tentang Anton.
“Nad, kamu punya kakak yang sekolah di sini juga, ya?”
“Kok tau?”
“Aku pernah lihat kamu jalan dan boncengan sama cowok. Aku pikir dia pacarmu. Ternyata kata temenku dia itu kakakmu.”
“Iya. Itu kakakku. Namanya Nando.”
“Cakep ya kakakmu.”
“Iyalah. Secara adiknya cantik kaya barbie gini.”
Mereka berdua tertawa.
“Nad, kamu udah punya pacar belum?” tanya Anton.
Nadia senyum-senyum sendiri. Dia berpikir kalau Anton akan menembaknnya. “Belum. Kenapa memangnya?” selidik Nadia.
“Mmm.. ndak apa-apa sih? Cuma nanya.”
Nadia manyun karena Anton hanya menggodanya.

“Hai sis Nadia!” Iren mengagetkan Nadia yang sedang menunggunya di food court salah satu mall.
“Iren ngagetin aja!”
Iren meringis. “Tumben sis Nadia ngajakin aku nongkrong. Pasti ada maunya.”
Nadia tersenyum simpul. “Eh, ada kabar terbaru apa tentang Anton?”
“Nah, kan? Tiba-tiba aja sis Nadia menanyakan kabar Lee Min Hoo-ku. Katanya dulu ndak minat? Ndak mau tau? Bohong aja sis Nadia ini.”
“Hehehe.. ya maaf Ren.. mungkin dulu aku khilaf. Tidak mau tau tentang dia.”
“Ah, sis Nadia ini ada-ada aja. Makanya sis, tak kenal maka taaruf.” kata Iren.
Keduanya ngakak.
“Sis Nadia sudah berapa lama kenal Anton? Atau mungkin ini permulaan untuk mengenal lebih dekat dengan Anton?”
“Mmm.. sebenarnya seminggu yang lalu aku ngobrol sama Anton di kantin sekolah.”
“Ha??!! Sis Nadia kencan?” Iren terbelalak.
“Oh.. Tidak.. Tidak..” Nadia mengelak.
“Kita cuma kebetulan ketemu waktu sama-sama membeli teh.” terang Nadia. Iren manggut-manggut.
“Begini sis Nadia, baru-baru ini aku dengar dari teman sekelas Anton kalau dia lagi care sama seorang cewek. Katanya lagi sih, si cewek itu anak XI IPA 3. Dan itu kelas kita sis Nadia.”
“Itu pasti aku.” batin Nadia sambil senyum-senyum sendiri. “Ndak mungkin lah kalau cewek lain. Secara cewek-cewek di kelasku kan modelnya biasa aja. Ndak modis-modis banget. Dari tampang juga standar. Beda banget sama cewek-cewek XI IPA 1 yang gayanya plagiat artis. Hmm.. cuma aku aja yang keliatan fashionable di kelas. Tapi.. Iren juga fashionable. Aduh.. jangan-jangan malah Iren yang ditaksir Anton. Ah, ndak mungkin. Pasti aku.” Nadia berdebat dalam hati.
“Sis Nadia?” Iren menyenggol tangan Nadia. Nadia kelabakan. “Ngelamun, ya?” lanjut Iren. Nadia tersenyum genit.
Hari pun berlalu. Hubungan Anton, Nadia dan Iren semakin dekat. Bahkan saking dekatnya, Nadia dan Iren sama-sama berpikir bahwa Anton menyukai salah satu diantara mereka. Hal itu diperjelas dari seringnya Anton memberikan perhatian-perhatian pada mereka berdua. Juga bertamu ke rumah mereka. Sempat suatu hari Anton mengajak nongkrong Iren di kafe. Lalu malam berikutnya mengajak makan malam Nadia di restoran. Hingga akhirnya beberapa waktu kemudian karena Nadia dan Iren penasaran, akhirnya mereka bertaruh demi merebutkan hati sang pangeran.
“Ok sis Nadia kita bersaing secara sehat. Kalau Anton milih aku, kamu aku traktir pizza selama seminggu. Kalau dia milih kamu, aku minta ditraktir kebab sama jus buah selama seminggu juga.”
“Ok, itu sih gampang. Fix ya?”
Satu minggu kemudian.
Kring..
“Ya. Ada apa, Ren?”
“Sis Nadia.. aku syedih.” rengek Iren.
“Haduh cantik? Kenapa?”
“Kamu yang menang. Anton milih kamu.”
Nadia melonjak girang. “Serius? Asyik? Tapi tau darimana kamu, Ren?”
“Begini ceritanya, kemarin aku ngedate sama dia. Kupikir dia mau nembak. Tapi kutunggu lama banget dia ndak nembak-nembak. Ya udah aku ungkapin aja perasaanku padanya. Eh.. dianya bilang kalau cuma anggap aku temen. Trus akhirnya dia malah tanya-tanya tentang kamu dan keluargamu. Ya udah aku simpulin sendiri aja kalau dia itu sebenarnya suka sama kamu.”
Nadia senyum-senyum sendiri mendengar cerita sahabatnya itu.
Sabtu malam Nadia tampak sibuk mempersiapkan kencannya dengan Anton. Kemarin Anton BBM. “NAD.. SABTU NONGKRONG YUK? KE KAFE “CINTA” AKU JEMPUT JAM 7 YA. DANDAN YANG CANTIK. HEHEHE..”
Nadia yakin dia akan ditembak. Dan dia pun sudah menyiapkan jawaban yang pasti. Nadia akan menerima cinta Anton tanpa berpikir panjang lagi. Untuk itu di momen special ini dia mempersiapkan semuanya dengan maksimal. Dari ujung kepala sampai ujung kaki harus sempurna.
Suasana kafe “CINTA” malam itu sangat romantis. Ditambah dengan alunan musik jazz menambah syahdu suasana. Nadia tersenyum bahagia karena sepertinya Anton puas dengan penampilannya. Dari tadi Anton terus saja menatap Nadia.
“Mmm.. Nad, aku tanya sesuatu boleh ndak?” tanya Anton setelah obrolan panjangnya dengan Nadia usai.
“Oh, tentu saja. Dengan senang hati.” Jawab Nadia sambil tertawa. “Dia pasti mau ungkapin perasaannya padaku.” Batin Nadia pede (Percaya Diri).
“Mmm.. kakakmu sudah punya pacar belum?”
“Kak Nando? Ya belum lah? Orang cuek macam dia susah deketin ceweknya. Memangnya kenapa kamu nanyain kakakku?”
“Ya, cuma mastiin aja. Aku kan pengen nembak kakak kamu.” Kata Anton polos.
“Maksud kamu? Hei, kakakku itu cowok?”
“Iya.. aku tau kakakmu itu cowok. Emangnya aku ndak boleh suka sama cowok?”
“Hah? Gila aja kamu!”
“Nad, aku itu suka sama kakak kamu. Bukan kamu. Jangan geer lah?” jelas Anton. Dan kali ini wujud aslinya mulai muncul dengan gaya menyerupai perempuan.
Gubrak!!!
“Selama ini aku tuh deketin kamu cuma biar bisa main ke rumah kamu trus aku bisa curi-curi pandang kakakmu. Nah, kalau deket sama Iren, ya cuma buat nutup-nutupi aja biar ndak ketauan kalau aku lagi mencoba mendekati kakakmu.”
“Amit-amit..” Nadia menepuk jidatnya.
Foto Aulia Khomairoh.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

MY FAMILY AND MY FRIEND

cara membuat undangan (ms.publisher)